This is default featured post 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Jumat, 22 April 2011

Contoh Laporan Observasi Diniyah

BAB I

PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang

    Sejarah Islam di Indonesia memperlihatkan bahwa pendidikan keagamaan di sini tumbuh dan berkembang seiring dengan dinamika kehidupan masyarakat Muslim. Selama kurun waktu yang panjang, pendidikan keagamaan Islam berjalan secara tradisi, berupa pengajian al-Qur'an dan pengajian kitab, dengan metode yang dikenalkan (terutama di Jawa) dengan nama sorogan, bandongan dan halaqah. Tempat belajar yang digunakan umumnya adalah ruang-ruang masjid atau tempat-tempat shalat "umum" yang dalam istilah setempat disebut: surau, dayah, meunasah, langgar, rangkang, atau mungkin nama lainnya. Meskipun sulit untuk memastikan kapan madrasah didirikan dan madrasah mana yang pertama kali berdiri, namun Departemen Agama (sekarang Kementerian Agama) mengakui bahwa setelah Indonesia merdeka sebagian besar sekolah agama berpola madrasah diniyahlah yang berkembang menjadi madrasah-madrasah formal (Asrohah 1999:193). Meskipun demikian tercatat masih banyak pula madrasah diniyah yang mempertahankan ciri khasnya yang semula, meskipun dengan status sebagai pendidikan keagamaan luar sekolah. Pada masa selanjutnya, mengacu pada

    Peraturan Menteri Agama Nomor 13 Tahun 1964, tumbuh pula madrasah-madrasah diniyah tipe baru, sebagai pendidikan tambahan berjenjang bagi murid-murid sekolah umum. Madrasah diniyah itu diatur mengikuti tingkat-tingkat pendidikan sekolah umum, yaitu Madrasah Diniyah Awwaliyah untuk murid Sekolah Dasar, Wustha untuk murid Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama, dan ' Ulya untuk murid Sekolah Lanjutan Tingkat Atas. Madrasah diniyah dalam hal itu dipandang sebagai lembaga pendidikan keagamaan klasikal jalur luar sekolah bagi murid-murid sekolah umum.

    Berdasarkan Undang-undang Pendidikan dan Peraturan Pemerintah. Madrasah Diniyah adalah bagian terpadu dari pendidikan nasional untuk memenuhi hasrat masyarakat tentang pendidikan agama. Madrasah Diniyah termasuk ke dalam pendidikan yang dilembagakan dan bertujuan untuk mempersiapkan peserta didik dalam penguasaan terhadap pengetahuan agama Islam. UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang ditindaklanjuti dengan disyahkannya PP No. 55 Tahun 2007 tentang pendidikan agama dan keagamaan memang menjadi babak baru bagi dunia pendidikan agama dan keagamaan di Indonesia. Karena itu berarti negara telah menyadari keanekaragaman model dan bentuk pendidikan yang ada di bumi nusantara ini.

    Diniyah Takmiliyah Manarul Huda adalah madrasah yang didirikian oleh Ust. Yuyun Sofyan pada tahun 1986, terletak di RT. 03 RW. 01 Lingkungan Desa Kelurahan Benteng Kecamatan Ciamis Kabupaten Ciamis. Beliau seorang alumni Pesantren Miftahul Huda Manonjaya Tasikmalaya. Diniyah Takmiliyah ini merupakan salah satu wahana bagi pengamalan ilmu beliau pada dunia pendidikan yang lebih nyata.

    Latar belakang pendirian diniyah ini adalah sebagai salah satu upaya untuk menghidupkan syi'ar agama Islam di lingkungan sekitar diniyah serta untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan lembaga pendidikan agama bagi anak-anak mereka yang ada di sekitar Diniyah ini .

    Berdasarkan Surat Keputusan Kepala Kantor Departemen Agama Kabupaten Ciamis No. : Kd.10.07/2/PP.00.8/1652/2007 tanggal 12 Desember 2007, Diniyah Takmiliyah Awaliyah Manarul Huda terdaftar secara resmi di Kantor Departemen Agama dengan Nomor Statistik Madrasah Diniyah Awaliyah (NSMDA) 4 123 209 192 785.

    Diniyah Takmiliyah sejak berdirinya sampai sekarang telah mengalami perkembangan, baik dari segi fisik bangunan maupun dari kurikulum pembelajaran.

    Untuk mengakomodasi anak di bawah usia Diniyah, kemudian Diniyah ini mengembangkan pendidikannya dengan mendirikan Taman Kanak-kanak Al Quran, Taman Pendidikan Al Quran sebagai wahana pendidikan bagi anak-anak yang di bawah usia diniyah dan terus berjalan sampai sekarang.

  2. Visi dan Misi

    Visi Diniyah Takmiliyah Manarul Huda adalah membentuk generasi yang saleh (syahsiyah toyyibah) berlandaskan pada Al-Quran dan Sunnah.

    Adapun misi yang diemban :

    1. Menanamkan keimanan dan ketakwaan kepada para santri sehingga dapat melaksanakan kewajibannya sesuai dengan tuntutan agama.
    2. Membekali para santri dengan berbagai disiplin ilmu agama sebagai pegangan dalam mengarungi kehidupan.
      1. Membimbing para santri dalam mengamalkan ilmu yang telah diraih dalam kehidupan sehari-hari.
  3. Identitas, Susunan Komite dan Data Santri
    1. Nama Diniyah Takmiliyah     : Manarul Huda
    2. NSMDA     : 4 123 209 192 785
    3. Alamat     : Jalan Awilega No. 43 Benteng Ciamis
    4. Lembaga Penyelenggara     : Yayasan Manarul Huda
    5. Struktur Organisasi     : terlampir.
    6. Keadaan Santri     :

No

Kelas

Laki-laki

Perempuan

Jumlah

Keterangan

1

I

4

7

11

 

2

II

4

6

10

 

3

III

3

8

11

 

4

IV

-

9

9

 

JUMLAH

41

 


 

  1. Tenaga Pengajar     :

Nama

Tempat Tanggal Lahir

Lulusan + PP

Mata Pelajaran

Jml Mengajar

Yuyun Sofyan Ts

Ciamis, 3/13/1953

SD+PP10

SKI

4

Agus Dodi Heryadi

Ciamis, 8/27/1971

SLTA

Fiqih Ibadah

8

Elah Siti N

Ciamis, 7/7/1979

SD+PP3

Quran Hadits

4

Iim Rohimah

Ciamis, 2/16/1983

SLTA

Quran Hadits

4

Iis Miftahussaadah

Ciamis, 3/16/1981

SLTA+PP4

SKI

4

Lela Laelatun N

Ciamis, 3/10/1976

S1+PP5

Bahasa Arab

8

Yuyu Yuliati

Ciamis, 5/29/1966

SLTA

Akidah Akh

8


 

  1. Komite Madrasah     : Telampir
  2. Sarana Belajar     :
    1. Ruang Kelas    : 3 Ruang
    2. Ruang Kantor     : 1 Ruang
    3. Toilet     : 1 Ruang
    4. Masjid     : 1 Bangunan
  3. Pendanaan Diniyah    :

    Pendanaan Diniyah Takmiliyah Manarul Huda sangat tergantung dari Uang Syahriyyah santri yang dipungut sebesar Rp. 5000,-/ bulan/ santri. Walaupun demikian dalam pelaksanaannya masih ada santri yang belum membayar secara penuh setiap bulan. Di samping dana bulanan santri Diniyah Takmiliyah pernah mendapat bantuan dari pemerintah pada tahun 2008 sebesar Rp. 2000.000,- yang dialokasikan untuk operasional Diniyah Takmiliyah.

  4. Prestasi

    Pada saat ini Diniyah Takmiliyah baru 1 kali meluluskan santri Diniyah dalam program Kurikulum Departemen Agama. Adapun sebelumnya Diniyah menggunakan Kurikulum Pesantren sehingga tidak ada batas yang tentu dalam proses pembelajaran.

    Selama rentang waktu yang cukup panjang santri Diniyah Takmiliyah telah meraih beberapa prestasi diantaranya :

    1. Juara 1 Cerdas Cermat antar Diniyah se-Kecamatan Ciamis dalam rangka menyambut tahun baru hijriah 1432 H.
    2. Juara 1 Cerdas Cermat dalam rangka SIMPAIDITA (Silaturahmi, Musabaqah, Pentas dan Amal Insan Diniyah Takmiliyah) tingkat Kecamatan Ciamis tahun 2009.
    3. Juara 1 Pildacil dalam rangka partisipasi dalam kegiatan FASI (Festival Anak Shaleh Indonesia) tingkat Kecamatan tahun 2010.
    4. Juara 2 Murattal dalam rangka partisipasi dalam kegiatan FASI (Festival Anak Shaleh Indonesia) tingkat Kecamatan tahun 2010.
    5. Juara 1 Pildacil dalam rangka Menyambut Muharram tingkat Kelurahan tahun 2008.


 

  1. Kompetensi Lulusan Diniyah Takmiliyah
    1. Mampu membaca Al Quran dengan fasih dan benar.
    2. Memiliki pengalaman, pengetahuan, dan keterampilan beribadah sesuai dengan Al Quran dan Sunnah.
    3. Memiliki wawasan keislaman yang baik.
    4. Memiliki kepribadian yang baik dan beraklakul karimah, yang diwujudkan dengan sikap disiplin, sopan santun, semangat belajar dan lain-lain.

BAB II

PROSES PEMBELAJARAN

  1. Kurikulum

    Kurikulum yang digunakan di Diniyah Takmiliyah Manarul Huda pada awal berdirinya adalah Kurikulum Pesantren Miftahul Huda. Namun dalam perkembangan lima tahun terakhir pihak pengelola mencoba menggabungkan antara Kurikulum Pesantren dengan Kurikulum Departemen Agama dengan menambah alokasi waktu pembelajaran. Hal ini dilakukan untuk menutupi kekurangan pada masing-masing kurikulum, serta ingin melestarikan ciri khas pesantren salafi di Diniyah tersebut.

    Adapun untuk kegiatan pembelajaran membaca Al Quran, Diniyah Takmiliyah Manarul Huda menggunakan metode Iqro karya Asad Humam.

    Berikut daftar pelajaran yang disampaikan berdasarkan kurikulum di atas :

KURIKULUM PESANTREN

KURIKULUM DEPAG

Tauhid (Tijan, Majmuatul Aqidah)

Quran Hadits

Fiqih (Safinah & Riyadlul Badi'ah)

Akidah Akhlak

Akhlak (Akhlakul lilbanin)

Sejarah Kebudayaan Islam

Tarikh (Khulasoh Nurul Yaqin)

Fiqih Ibadah

Hapalan Juz 'Amma

Bahasa Arab

Tajwid

Hapalan Do'a-do'a


 

  1. Waktu Pembelajaran

    Pembelajaran di Madrasah Manarul Huda dilakukan di sore hari dari mulai pukul 14.00 – 15.15 dengan materi pembelajaran berdasarkan kurikulum Departemen Agama, kemudian dilanjutkan setelah shalat ashar sampai pukul 16.30 dengan materi belajar membaca Al Quran, yaitu Iqra dan Al Quran bagi yang tamat Iqra. Adapun kurikulum pesantren disampaikan pada malam hari, mulai setelah shalat magrib sampai pukul 19.30.

  2. Metode

    Pembelajaran disampaikan secara klasikal dan Individual. Adapun metode yang sering digunakan adalah ceramah, unjuk kerja, dan hafalan serta metode lain yang sifatnya insidentil.

  3. Evaluasi

    Evaluasi yang dilakukan berbentuk ulangan harian, ujian akhir semester dan ujian akhir madrasah. Ulangan harian dilakukan setiap akhir bab, masalah teknisnya diserahkan kepada guru terkait, sementara Ujian Akhir Semester dan Ujian Akhir Madrasah dilaksanakan sesuai dengan kalender pendidikan Diniyah Takmiliyah yang dikeluarkan oleh Departemen Agama dengan berkas soal dari Forum Komunikasi Diniyah Takmiliyah (FKDT) Kabupaten Ciamis.

  4. Manajemen Keuangan

    Sebagaimana telah dijelaskan terdahulu, bahwa untuk mendukung operasional Madrasah setiap santri dipungut biaya sebesar Rp. 5000,-/ orang/ santri, walaupun dalam kenyataanya masih ada santri yang belum aktif dalam pembayaran uang syahriyyah tersebut. Uang tersebut dikelola secara mandiri, dan sepenuhnya dialokasikan untuk biaya operasional Madrasah.

    Adapun untuk kegiatan peringatan hari besar Islam dan Pentas kreasi seni santri pada akhir tahun ajaran, pihak madrasah bekerja sama dengan orang tua santri untuk memenuhi kebutuhan dana tersebut.

  5. Tata Tertib

    Untuk mendukung kelancaran pelaksanaan program belajar mengajar di Diniyah Takmiliyah Manarul Huda disusun tata tertib yang berlaku serta mengikat kepada semua elemen yang ada di Madarasah Diniyah, yang meliputi :

    1. Santri hadir di Madrasah 5 menit sebelum pembelajaran dimulai.
    2. Setiap santri harus bersikap sopan serta santun kepada guru dan sesama santri baik di Madrasah maupun di luar Madrasah.
    3. Santri memakai pakaian yang sopan dan Islami selama proses pembelajaran.
    4. Santri yang berhalangan hadir karena alasan tertentu harus mendapat izin dari guru terkait.
    5. Hendaknya santri mengikuti pembelajaran dengan penuh disiplin dan sungguh-sungguh.
    6. Setiap santri harus mengikuti shalat berjamaah Ashar, Maghrib dan Isya di masjid.

BAB III

ANALISIS SWOT DAN INOVASI YANG PERLU DILAKUKAN

DI DINIYAH TAKMILIYAH MANARUL HUDA


 

Setelah melakukan observasi dan mencoba menganalisa terhadap Diniyah Takmiliyah Manarul Huda, Peneliti menemukan beberapa kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman bagi Diniyah Takmiliyah Manarul Huda sebagai berikut :

  1. Strength (Kekuatan)
    1. Bangunan

      Diniyah Takmiliyah Manarul Huda memiliki bangunan sendiri yang memadai walau tidak bisa dikatan sempurna. Bangunan tersebut terdiri dari 3 ruang belajar dan 1 ruang kantor.

    2. Tenaga Pendidik

      Tenaga pendidik merupakan urat nadi bagi kehidupan diniyah takmiliyah. Tenaga pendidik yang ada di Diniyah Takmiliyah Manarul Huda sebagian besar lulusan SLTA dan setengahnya pernah mengenyam pendidikan pesantren. Keberadaan tenaga pendidik dengan kualifikasi di atas diharapkan menjadi kekuatan bagi tercapainya keberhasilan pendidikan di Diniyah Takmiliyah Manarul Huda.

    3. Lokasi mudah di jangkau

      Letak Diniyah Takmiliyah Manarul Huda yang berada di tengah-tengah wilayah RW. 01 Lingkungan Desa Kelurahan Benteng merupakan satu kekuatan bagi madrasah tersebut untuk meraih simpati anak didik dan orang tua, karena selain lokasi yang cukup dekat dan mudah dijangkau, juga semua jalan ke arah madrasah tersebut sudah beraspal.

  2. Weakness (Kelemahan)
    1. Seiring dengan adanya kemajuan teknologi informasi, kesadaran orang tua santri pada khususnya dan masyarakat sekitar pada umumnya, akan peran penting Diniyah Takmiliyah dinilai semakin berkurang.
    2. Kurangnya kesadaran orang tua dalam melaksanakan kewajiban membayar syahriyah setiap bulan.
    3. Administrasi pendidikan yang hanya baru dilengkapi dengan Absen dan Daftar Nilai saja, sehingga administrasi yang lain seperti Silabus, RPP tidak bisa dilakukan.
    4. Proses pembelajaran yang cenderung monoton berupa ceramah bisa membuat anak menjadi bosan dalam belajar.
    5. Ada beberapa orang tenaga pendidik yang belum bisa maksimal dalam proses pembelajaran karena berkaitan dengan mencari nafkah bagi keluarga.
  3. Opportunity (Peluang)

    Di Diniyah Takmiliyah Manarul Huda ada beberapa peluang yang kaitannya dengan keberhasilan santri, diantaranya :

    1. Pengembangan manajemen Diniyah Takmiliyah Manarul Huda, baik yang berhubungan dengan SDM maupun pengadministrasian dapat mendorong madrasah ini menjadi madrasah yang mendapat kepercayaan masyarakat mengingat madrasah ini didukung oleh lokasi yang strategis dan bangunan milik sendiri.
    2. Membangun kerjasama yang intens dengan lembaga pendidikan formal (sekolah) sehingga tercipta saling pengertian antara kedua lembaga ini, dimana madrasah mendukung terhadap pencapaian siswa dalam pelajaran Pendidikan Agama Islam di sekolah dan sekolah mendukung terhadap kelancaran pendidikan Diniyah dengan mendorong anak didiknya untuk masuk ke Diniyah Takmiliyah.
    3. Dengan memaksimalkan sumber daya manusia yang ada dengan melakukan pembinaan dan pelatihan, khususnya yang berhubungan dengan pembelajaran dan kemampuan guru, Madrsah Diniyah ini mampu menjadi madrasah yang mendapat kepercayaan masyarakat.
  4. Threat (Ancaman)

    Ada beberapa ancaman yang dihadapi oleh Diniyah Takmiliyah Manarul Huda, diantaranya :

    1. Kemajuan teknologi informasi merupakan salah satu hambatan serius bagi terselenggaranya pendidikan di Diniyah Takmiliyah Manarul Huda, terutama acara televisi yang tidak mendidik dan tidak sesuai dengan syariat Islam, karena disamping televisi menjadi acuan anak dalam berperilaku, juga anak yang sudah kecanduan acara televisi biasanya tidak mau ketinggalan mengikuti acara tersebut sehingga enggan untuk pergi ke madrasah.
    2. Kesadaran orang tua akan pentingnya pendidikan agama yang semakin memudar, sehingga dorongan orang tua terhadap anak untuk mengikuti pelajaran diniyah sedikit berkurang, terutama santri yang kedua orang tuanya bekerja di luar rumah.
  5. Inovasi yang Perlu Dilakukan

    Memperhatikan analisis SWOT di atas, maka peneliti mencoba merumuskan beberapa inovasi bagi pengembangan Diniyah Takmiliyah Manarul Huda, diantaranya :

    1. Pepatah mengatakan "Kebaikan yang tidak terorganisir akan dikalahkan oleh keburukan yang terorganisir". Oleh karena itu penting untuk melakukan pembenahan dalam masalah manajemen baik yang berhubungan dengan administrasi maupun sumber daya manusia.
    2. Membangun komunikasi yang erat dengan orang tua sehingga orang tua bisa mendukung penuh terhadap kegiatan belajar mengajar, dan bisa membatasi anaknya dalam menonton acara televisi khususnya pada waktu-waktu pengajian. Komunikasi tersebut bisa dibangun melalui adanya musyawarah dengan orang tua yang dimediasi oleh komite madrasah yang membahas tentang bagaimana menangani problem-problem madrasah saat ini.
    3. Melakukan pembinaan kepada tenaga pendidik khususnya yang berhubungan dengan administrasi, media dan metode pembelajaran.
    4. Membangun kerjasama dengan lembaga pendidikan formal di daerah tersebut.

BAB IV

PENUTUP

  1. Kesimpulan

    Diniyah Takmiliyah merupakan salah satu lembaga yang terus berusaha untuk memberikan kontribusi berarti bagi masyarakat sekitar khususnya dalam bidang pendidikan agama.

    Dalam eksistensinya Diniyah Takmiliyah Manarul Huda memiliki beberapa kekuatan seperti memiliki bangunan sendiri, sumber daya manusia yang rata-rata SLTA, serta lokasi yang mudah dijangkau dari berbagai daerah sekitar, namun demikian Diniyah ini masih memiliki kelemahan dalam pengadimistrasian pembelajaran, proses pembelajaran yang monoton dan kesadaran orang tua yang semakin menurun akan pentingnya pendidikan diniyah.

    Dari hasil pengamatan penulis, diniyah ini memiliki peluang yang cukup besar untuk menjadi diniyah yang handal jika mampu memaksimalkan manajemen madrasah khususnya yang berhubungan dengan administrasi dan sumber daya manusia. Diniyah juga harus bisa membangun komunikasi dengan orang tua khususnya dalam mendukung proses pembelajaran bagi anak-anaknya dengan melakukan pembatasan bagi anak dalam melihat tayangan televisi.

  2. Saran-saran

    Madrasah Diniyah memiliki kontribusi yang penting bagi pembentukan moral dan kemampuan agama anak. Agar usaha ini dapat terus berkesinambungan maka dipandang sangat pantas sekali jika pemerintah memberikan perhatian khusus kepada Madrasah Diniyah sehingga dalam pelakasanaannya bisa lebih maksimal sesuai dengan yang diharapkan.

    Bagi praktisi-praktisi pendidikan agar rela kiranya berbagi ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan pembelajaran dengan guru-guru diniyah yang sebagian besar lulusan SLTA, sehingga pengetahuan mereka tentang pembelajaran yang baik lebih meningkat.

    Lampiran-lampiran

    DINIYAH TAKMILIYAH AWALIYAH

    MANARUL HUDA

    NSMDA : 4 123 209 192 785

Alamat : Jalan Awilega No.43 Lingk. Desa RT.02/01 Kel. Benteng Ciamis 46217 email : dt.manarul.huda@gmail.com


 

STRUKTUR ORGANISASI

KOMITE DINIYAH TAKMILIYAH MANARUL HUDA


 

Ketua     : Ibu Ai Suhertini

Sekretaris     : Ibu Nenah

Bendahara     : Ibu Dede

Seksi-seksi     :

  1. Seksi Organisasi dan Kelembagaan :
    1. Asep Ruhiyanto
    2. Nani Rohaeni


 

  1. Seksi Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Pendidikan :
    1. Apud Saepudin, S.Pd
    2. Irwan Permana, S.Ag


 

  1. Seksi Pemberdayaan Masyarakat :
    1. Wawan Hernawan
    2. Arief Qusaery


 


 

Ciamis, 20 Nopember 2008


 

Ketua


 


 


 

Ai Suhertini


 

DINIYAH TAKMILIYAH AWALIYAH

MANARUL HUDA

NSMDA : 4 123 209 192 785

Alamat : Jalan Awilega No.43 Lingk. Desa RT.02/01 Kel. Benteng Ciamis 46217 email : dt.manarul.huda@gmail.com


 

SURAT KETERANGAN

No. 013/DTA/MH/III/2011


 

Yang bertanda tangan di bawah ini Kepala Diniyah Takmiliyah Manarul Huda Benteng Ciamis, menerangkan bahwa :


 

Nama     : Tanto Aljauharie Tantowie

NPM     : 08.03.1829

Sekolah     : Institut Agama Islam Darussalam Ciamis


 

Telah melakukan kegiatan observasi pada Diniyah Takmiliyah Manarul Huda Benteng Ciamis yang saya pimpin.

Demikian surat keterangan ini dibuat dengan sebenarnya agar maklum dan dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.

Atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.


 

Ciamis, 07 Maret 2011

Kepala Diniyah Takmiliyah,


 


 

Ust. Yuyun Sofyan Tsauri

HUBUNGAN GURU AGAMA DENGAN GURU AGAMA

BAB I

PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang

    Dalam konteks pendidikan di Indonesia dikenal istilah guru agama dan guru bidang studi umum. Kedua istilah ini muncul seiring dengan pemisahan sekolah yang berorientasi agama menjadi di bawah Departemen Agama, sementara sekolah yang berorientasi pelajaran umum berada di bawah Departemen Pendidikan.

    Munculnya kedua istilah ini sedikit banyak akan berpengaruh terhadap kepribadian dan aktivitas guru dalam proses pembelajaran, mengingat pembedaan istilah ini bisa mendorong adanya individuasi dalam menyampaikan materi pelajaran tanpa memperdulikan pelajaran yang lain. Guru agama akan cenderung untuk menyampaikan materi yang sarat dengan nilai-nilai agama tanpa memperdulikan bidang studi umum, sementara guru bidang studi umum akan antusias menyampaikan bidang studi umum tanpa menyadari bahwa ilmu tersebut merupakan bagian tak terpisahkan dari ilmu yang bersumber dari Tuhan.

    Melihat pengaruh tersebut maka hendaknya terbangun suatu hubungan yang baik antara guru agama dengan guru bidang studi umum yang dapat memperkecil perbedaan di antara keduanya, sehingga keduanya bisa saling mengisi dalam mencapai tujuan pendidikan. Atas dasar itulah makalah ini diberi judul "Hubungan antara Guru Agama dengan Guru Bidang Studi Umum".


     

  2. Tujuan Penulisan

    Makalah ini ditulis dengan tujuan untuk mengetahui lebih jauh tentang :

    1. Apa pengertian guru ?
    2. Apa tugas dan tanggung jawab guru ?
    3. Bagaimana sejarah munculnya dikotomi ilmu ?
    4. Bagaimana hubungan antara guru agama dengan guru bidang studi umum ?


 

  1. Sistematika Penulisan

    Untuk mempermudah dalam penguraian bahasan tentang hubungan guru agama dengan guru bidang studi umum, maka disusun sistematika sebagai berikut :


     

    BAB I PENDAHULUAN

    1. Latar Belakang
    2. Tujuan Penulisan
    3. Sistematika Penulisan

    BAB II PEMBAHASAN

    1. Pengertian Guru
    2. Tugas dan Tanggung Jawab Guru
    3. Sejarah Munculnya Dikotomi Ilmu
    4. Hubungan antara Guru Agama dan Guru Bidang Studi Umum

    BAB III KESIMPULAN

BAB II

PEMBAHASAN

  1. Pengertian Guru

    Secara etimologis, guru adalah orang yang mendidik. Pengertian ini memberikan kesan bahwa guru adalah orang yang melakukan kegiatan dalam bidang pendidikan. Dalam bahasa Inggris, kata guru dikenal dengan istilah teacher, juga disebut tutor yang berarti guru pribadi atau guru yang mengajar di rumah (Tolkhah, 2008 : 3).

    Dalam bahasa Arab, kata guru dikenal dengan istilah mu'allim, murabbi, mudarris, muaddib dan ustadz. Menurut Bunyamin (2007) yang dikutip oleh Tolkhah (2008 : 3), beberapa istilah itu, memiliki makna yang berbeda sesuai dengan konteks kalimatnya, walaupun memang dalam konteks tertentu mempunyai kesamaan makna.

    Kata murabbi misalnya, sering dijumpai dalam kalimat yang orientasinya lebih mengarah kepada pemeliharaan, baik bersifat jasmani maupun rohani, pemeliharaan seperti ini terlihat dalam proses orangtua membesarkan anaknya, mereka tentunya berusaha memberikan pelayanan secara penuh agar anaknya tumbuh dengan fisik yang sehat dan kepribadian akhlak yang terpuji. Sedangkan kata mu'allim dan mudarris, pada umumnya dipakai dalam membicarakan aktivitas transferring knowledge dari seorang yang tahu kepada orang yang tidak tahu. Adapun istilah muaddib lebih luas daripada mu'allim dan lebih relevan dengan konsep pendidikan Islam, yakni memberikan pengajaran budi pekerti (akhlak). Kata ustadz diberikan kepada mereka yang memiliki kepandaian atau keahlian dalam bidang tertentu dan mampu mengajarkannya kepada orang lain. Kata ini juga digunakan sebagai gelar akademik (profesor). (Tolkhah, 2008 : 3-4).

    Adapun pengertian guru secara terminologi, sebagaimana ditulis Hadari Nawawi (1989), adalah orang yang kerjanya mengajar dan memberikan pelajaran di sekolah atau kelas. Secara lebih khusus guru berarti orang yang bekerja dalam bidang pendidikan dan pengajaran yang ikut bertanggung jawab dalam membantu anak mencapai kedewasaan masing-masing. Guru menurut pengertian ini bukanlah sekedar orang yang berdiri di depan kelas untuk menyampaikan materi pengetahuan tertentu, akan tetapi anggota masyarakat juga harus ikut aktif dan berjiwa bebas serta kreatif dalam mengarahkan perkembangan anak didiknya untuk menjadi anggota masyarakat sebagai orang dewasa.

    Menurut Ahmad Tafsir (1984) yang dikutip oleh Tolkhah (2008 : 5), guru adalah siapa saja yang bertanggung jawab terhadap perkembangan anak didik. Menurut definisi ini guru memiliki cakupan makna yang lebih luas; orang tua, guru sekolah, guru ngaji, tokoh masyarakat atau yang lainnya yang bertanggung jawab terhadap perkembangan anak didik.

    Sementara dalam perspektif Islam, guru adalah orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan anak didik dengan mengupayakan seluruh potensinya, baik potensi kognitif, potensi afektif maupun potensi psikomotorik. Terkait tanggung jawab ini Allah SWT. berfirman dalam Al Quran surat Ali Imran [3] : 164) :

    164. Sungguh Allah Telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus diantara mereka seorang Rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab dan Al hikmah. dan Sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata. (QS. Ali Imran [3] : 164).

    Ayat di atas secara tegas menyatakan bahwa tugas yang diemban Rasul Muhammad selain sebagai Nabi, juga sebagai mu'allim (guru). Tugas utama guru menurut ayat di atas adalah :

    1. Pembacaan ayat-ayat Tuhan, yakni secara sadar memberikan pengetahuan tentang tanda-tanda kekuasaan Tuhan melalui ucapan dan lisan.
    2. Penyucian (tazkiyah), yakni pengembangan dan pembersihan jiwa dari kejahatan dan kenistaan serta menjaga diri agar tetap berada dalam kondisi fitrah (suci).
    3. Pengajaran (ta'lim), yakni pengalihan berbagai pengetahuan dan akidah kepada akal dan hati kaum muslimin agar mereka dapat merealisasikannya dalam tingkah laku kehidupan.

    Kata ya'lu (memabaca) berkaitan erat dengan lisan, sementara kata yuzakkii (mensucikan) berkaitan dengan hati, dan kata yu'allimu (mengajar) berkaitan dengan pikiran dan akal. Jika dibawa ke ranah pendidikan modern, maka konsepsi Al Quran ini sejatinya berbanding lurus dengan apa yang oleh pakar pendidikan disebut aspek psikomotorik, afektif dan kognitif.


     

  2. Tugas dan Tanggung Jawab Guru

    Ramayulis (2006 : 63) menegaskan, bahwa keutamaan seorang pendidik disebabkan oleh tugas mulia yang diembannya. Tugas yang diemban seorang pendidik hampir sama dengan tugas seorang rasul, yaitu :

    1. Tugas secara umum

      Tugas guru secara umum adalah sebagai warasatul anbiya, yang pada hakekatnya mengemban misi rahmatan lil 'alamin, yakni suatu misi yang mengajak manusia untuk tunduk dan patuh pada hukum-hukum Allah, guna memperoleh keselamatan dunia dan akhirat. Kemudian misi ini dikembangkan kepada pembentukan kepribadian yang berjiwa tauhid, kreatif, beramal saleh dan bermoral tinggi.

      Selain itu tugas pendidik yang utama adalah menyempurnakan, membersihkan, menyucikan manusia untuk ber-taqarrub kepada Allah. Sejalan dengan ini Ramayulis mengutip Abdurrahman An Nahlawi (1983 : 41) yang menyebutkan tugas pendidik :

      1. Fungsi penyucian, yakni berfungsi sebagai pembersih, pemelihara dan pengembang fitrah manusia.
      2. Fungsi pengajaran, yakni menginternalisasikan dan mentransformasikan pengetahuan serta nilai-nilai agama kepada manusia.
    2. Tugas secara khusus

      Tugas guru secara khusus meliputi :

      1. Sebagai pengajar (instruksional) yang bertugas merencanakan program pengajaran dan melaksanakan program yang telah disusun dan penilaian setelah program tersebut dilaksanakan.
      2. Sebagai pendidik (educator) yang mengarahkan peserta didik pada tingkat kedewasaan yang berkepribadian insan kamil, seiring dengan tujuan Allah menciptakan manusia.
      3. Sebagai pemimpin (manager), yang memimpin dan mengendalikan diri sendiri, peserta didik dan masyarakat terkait, menyangkut upaya pengarahan, pengawasan, pengorganisasian, pengontrolan, partisipasi atas program yang dilakukan.

    Adapun tanggung jawab pendidik, Ramayulis (2006 : 63) mengutip pendapat Abdurrahman An Nahlawi yang mengatakan bahwa tanggung jawab pendidik adalah mendidik individu supaya beriman dan bertakwa kepada Allah dan melaksanakan syariat-Nya, mendidik diri supaya beramal saleh, mendidik masyarakat untuk saling menasehati dalam melaksanakan kebenaran, saling menasehati agar tabah dalam menghadapi kesusahan dalam beribadah kepada
    Allah serta menegakkan kebenaran. Dengan demikian tanggung jawab seorang pendidik meliputi kehidupan dunia dan akhirat dalam arti yang luas sebagaimana uraian di atas.

    Roestiyah N.K. (1989) yang dikutip oleh Sagala (2009 : 12) menginventarisir tugas guru secara garis besar :

    1. Mewariskan kebudayaan dalam bentuk kecakapan, kepandaian dan pengalaman empirik kepada para muridnya;
    2. Membentuk kepribadian anak didik sesuai dengan dasar negara;
    3. Mengantarkan anak didik menjadi warga negara yang baik, memfungsikan diri sebagai media dan perantara pembelajaran bagi anak;
    4. Mengarahkan dan membimbing anak sehingga memiliki kedewasaan dalam berbicara, bertindak dan bersikap;
    5. Memfungsikan diri sebagai penghubung antara sekolah dan masyarakat;
    6. Harus mampu mengawal dan menegakkan disiplin baik untuk dirinya maupun muridnya;
    7. Memfungsikan diri sebagai administrator sekaligus manager yang disenangi;
    8. Melakukan tugas dengan sempurna menurut amanat profesi;
    9. Guru diberi tanggung jawab paling besar dalam hal perencanaan dan pelaksanaan kurikulum serta evaluasi keberhasilannya;
    10. Membimbing anak untuk belajar memahami dan menyelesaikan masalah yang dihadapi muridnya;
    11. Guru harus dapat merangsang anak didik untuk memiliki semangat yang tinggi dan gairah yang kuat dalam belajar.

    Menurut Sagala (2009 : 13) tugas dan tanggung jawab guru bukan hanya mentransfer ilmu pengetahuan kepada anak didik, melainkan lebih dari itu, guru juga berkewajiban membentuk watak dan jiwa anak didik yang sebenarnya sangat memerlukan masukan positif dalam bentuk ajaran agama, ideologi dan lain-lain. Memberikan bimbingan sehingga anak didik memiliki jiwa dan watak yang baik, mampu membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang halal dan mana yang haram, adalah termasuk tugas guru.

    Wens Tanlain, dkk (1989) yang dikutip Sagala (2009 : 13) menyebutkan ada beberapa poin yang menjadi tanggung jawab seorang guru, antara lain ; mematuhi norma dan nilai kemanusiaan, menerima tugas mendidik bukan sebagai beban, tetapi dengan gembira dan sepenuh hati, menyadari benar akan apa yang dikerjakan dan akibat dari setiap perbuatannya itu, belajar dan mengajar memberikan penghargaan kepada orang lain termasuk kepada anak didik, bersikap arif dan bijaksana dan cermat serta hati-hati, dan sebagai orang beragama melakukan semua yang tersebut di atas berdasarkan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

    Peran guru yang ditampilkan demikian ini, akan membentuk karakteristik anak didik atau lulusan yang beriman, berakhlak mulia, cakap mandiri, berguna bagi agama, nusa dan bangsa, terutama untuk kehidupan yang akan datang. Inilah yang dimaksud manusia seutuhnya yaitu berpengetahuan, berakhlak dan berkepribadian. Pendek kata guru bertanggung jawab atas segala sikap, tingkah laku dan amalannya dalam rangka membina dan membimbing anak didik.


     

  3. Sejarah Munculnya Dikotomi Ilmu

    Untuk mengetahui lebih jauh tentang sejarah munculnya dikotomi ilmu, berikut petikan dari tulisan Mustamir Anwar (2010) :

    1. Sejarah Munculnya Dikotomi Ilmu di Barat

      Dalam kajian historis, dikotomi ilmu mulai muncul bersamaan atau setidak-tidaknya beriringan dengan masa renaissance di Barat. Dalam perkembangannya, memiliki sejarah yang panjang dan mengenaskan. Pada mulanya kondisi sosio-relegius maupun sosio-intelektual, dikuasai oleh gereja. Kebijakan-kebijakannya mendominasi dalam berbagai aspek kehidupan. Ajaran-ajaran Kristen dilembagakan dan menjadi penentu kebenaran ilmiah, bahkan semua penemuan hasil dari penelitian ilmiah dianggap sah dan benar jika sejalan dengan doktrin-doktrin gereja. Akhirnya, temuan-temuan ilmiah yang bertentangan dengan doktrin-doktrin tersebut, harus dibatalkan demi supremasi gereja. Sedangkan jika para ilmuwan pada saat itu tidak mau mengikuti aturan semacam itu, maka pihak gereja akan menanganinya dengan cara kekerasan. Dalam kenyataannya, ternyata banyak para ilmuwan yang menentang peraturan tersebut dan tetap berpegang teguh terhadap penemuan ilmiahnya, akhirnya mereka menjadi korban kekejaman gereja. Akibat dari tekanan tersebut, para ilmuwan melawan kebijakan gereja itu. Mereka mengadakan koalisi dengan raja untuk menumbangkan dominasi kekuasaan gereja. Pada akhirnya koalisi tersebut berhasil, maka tumbanglah kekuasaan gereja. Dengan tumbangnya dominasi gereja, maka dengan sendirinya muncullah renaissance. Selanjutnya, masa renaissance ini melahirkan sekularisasi. Kemudian dalam sekularisasi ini melahirkan dikotomi ilmu.

      Ajaran-ajaran agama (dalam hal ini Kristen yang dilembagakan oleh gereja) secara konseptual dan aplikatif dipandang sebagai hambatan yang serius bagi kreativitas ilmuwan dan tentu juga bagi kemajuan peradaban. Lahirnya sekularisasi yang kemudian menimbulkan dikotomi adalah dalam rangka membebaskan ilmuwan untuk berkreasi melalui penelitian, penggalian, maupun percobaan ilmiah tanpa dibayang-bayangi ancaman gereja. Dalam hal ini kalau dikaitkan dengan dialektikanya Hegel, maka gereja dianggap sebagai tesis, sedangkan sekulerisasi dianggap sebagai antitesis. Karena sekularisasi sejak dari mulanya lahir senantiasa mengambil posisi yang berlawanan dengan pihak gereja. Selanjutnya sekularisasi yang berimplikasi adanya dikotomi itu memasuki wilayah ilmu pengetahuan modern.

      Dalam perkembangan selanjutnya, Mujamil Qomar (2005) dalam bukunya Epistemologi Pendidikan Islam mengutip dari Ismail Raji Al-Faruqi bahwa Barat memisahkan kemanusiaan (humanitas) dari ilmu-ilmu sosial, karena pertimbangan-pertimbangan metodologi, Memang secara metodologis, menurut tradisi Barat bahwa standarisasi ilmiah, ilmu apa pun termasuk ilmu sosial adalah adanya obyektivitas. Tidak boleh terpengaruh oleh tradisi, ideologi, agama, maupun golongan, karena ilmu harus steril dari pengaruh faktor-faktor tersebut. Sedangkan faktor kemanusiaan, lebih sering menekankan pendekatan rasa manusiawi dalam menyikapi segala sesuatu, sehingga lebih mengesampingkan obyektivitas. Pada akhirnya pertimbangan kemanusiaan cenderung menggunakan moral dalam mengukur suatu kebenaran, sehingga menganaktirikan obyektivitas. Ini dapat dibuktikan dengan memihaknya ilmu-ilmu sosial pada obyektivitas, dan kemanusiaan terhadap moral, ketika terjadi benturan antara keduanya. Dalam hal ini agaknya memang susah untuk dikompromikan.

      Mujamil Qomar (2005) menambahi dengan mengutip dari Ziauddin Sardar, bahwa selain dikotomi dengan pertimbangan moral (subjektif) dan objektif, juga antara nilai dan fakta, realitas objektif dan nilai-nilai subyektif, antara pengamat dan dunia luar. Sedangkan antara keduanya terpisah dan pada posisinya masing-masing.

    2. Masuknya Dikotomi dalam Islam

      Pada lima abad pertama Islam (abad ke-7 sampai 11 M.), para ilmuwan muslim tidak mengenal pendikotomian ilmu. Karena pada saat itu, ilmu pengetahuan berpusat pada individu-individu, bukan pada sekolah-sekolah. Kandungan pemikiran Islam juga bercirikan usaha-usaha individual. Ciri utama dari ilmu pengetahuan tersebut adalah pentingnya individu guru. Sang guru, setelah memberikan pelajaran seluruhnya, secara pribadi memberikan suatu sertifikat (ijazah) kepada muridnya yang dengan demikian diizinkan untuk mengajar. Ijazah tersebut kadang-kadang diberikan hanya untuk suatu pelajaran tertentu saja, suatu kitab tertentu saja, bahkan berlaku untuk beberapa mata pelajaran.

      Pada perkembangan selajutnya, yaitu pada akhir abad ke-11, menjelang abad ke-12 M., dikotomi ilmu mulai menjangkiti Islam, pemisahan antara ilmu agama dan umum mulai digencarkan, yang pada saat itu, beberapa proses dan penyebab pendikotomian ilmu telah ditemukan.

      Madrasah, yang secara luas didasarkan pada sponsor dan kontrol Negara, umumnya telah dipandang sebagai sebab kemunduran dan kemacetan ilmu pengetahuan dan kesarjanaan Islam. Tetapi madrasah dengan kurikulumnya yang terbatas, hanyalah gejala, bukan sebab sebenarnya dari kemunduran tersebut, walaupun tentu saja, ia mempercepat dan melestarikan kemacetan tersebut. Karena memang kurikulum pada saat itu hanya terbatas pada ilmu-ilmu agama saja, sehingga ilmu-ilmu nonagama tidak diajarkan. Sehingga Umat Islam mengalami kemunduran dalam bidang pengetahuan dan peradaban, karena ilmu-ilmu agama cenderung mengajarkan hubungan vertikal saja. Misalnya pada madrasah Nizamiyyah, bahwa apa yang diajarkan di dalamnya masih terbuka untuk didiskusikan. Yang perlu dicatat adalah pada masa itu ada dikotomi antara ilmu agama dan nonagama. Kemenangan sunni pada masa ini, tidak diikuti dengan apresiasi semangat pencarian ilmu secara umum. Hal ini berarti bahwa ilmu-ilmu nonagama mutlak tidak diajarkan di sana.

      Susunan dalam ilmu-ilmu keagamaan ini dibuat sedemikian rupa hingga membuatnya tampak
      ; semua ilmu pengetahuan yang lain adalah tambahan-tambahan yang tak perlu. Hal ini dapat dibuktikan mengutip dari perkataan as-Syathibi, bahwa mencari ilmu apapun juga yang tidak langsung berhubungan dengan amal adalah terlarang. Ini merupakan ciri khas ulama zaman pertengahan. Kalau melihat latar belakang dari as-Syathibi (seorang fuqaha'), pernyataannya memberikan kedudukan yang mutlak terhadap ilmu fikih, karena memang ilmu fikih merupakan disiplin ilmu yang kental dengan amal.

      Pendikotomian ilmu juga merupakan salah satu dari term al-Ghazali, ia berpendapat bahwa pada dasarnya ilmu dibagi jadi dua, yaitu; ilmu syari'ah dan non-syari'ah. Ilmu syari'ah wajib mutlak didalami oleh setiap muslim, sedangkan non-syari'ah sendiri dibagi lagi menjadi tiga, yaitu; ulumul mahmudah (ilmu-ilmu terpuji), ulumul mubahah (yang diperbolehkan), dan ulumul madzmumah (yang tercela). Dalam hal ini ilmu kedokteran, hitung, dan teknologi termasuk ilmu-ilmu non-syari'ah yang terpuji, sehingga fardu kifayah bagi setiap muslim untuk menguasainya. Adapaun termasuk ilmu yang diperbolehkan misalnya; ilmu pasti, logika, teologi, politik, etika, dan ilmu alam. Sedangkan ilmu nujum, sihir, dan astrologi termasuk ilmu-ilmu yang tercela.

      Dalam konteks Indonesia, dikotomi ilmu dimulai semenjak Indonesia mengenal sistem pendidikan modern. Ilmu-ilmu Islam, misalnya, ia berada di bawah Departemen Agama (Departemen Pendidikan Agama), sementara ilmu-ilmu umum (sekuler) berada di bawah Departemen Pendidikan Nasional. Berdasarkan pembagian tersebut maka muncul istilah guru agama dan guru bidang studi umum.

  4. Hubungan Guru Agama dengan Guru Bidang Studi Umum

    Pada dasarnya guru agama dan guru bidang studi umum memiliki tugas dan tanggung jawab yang sama. Jika kita memperhatikan pendapat Sagala (2009 : 13) yang menyatakan bahwa tugas dan tanggung jawab guru bukan hanya mentransfer ilmu pengetahuan kepada anak didik, melainkan lebih dari itu, guru juga berkewajiban membentuk watak dan jiwa anak didik yang sebenarnya sangat memerlukan masukan positif dalam bentuk ajaran agama, ideologi dan lain-lain, memberikan bimbingan sehingga anak didik memiliki jiwa dan watak yang baik, mampu membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang halal dan mana yang haram, maka hal ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan signifikan antara tugas dan tanggung jawab guru agama dan guru bidang studi umum.

    Kesamaan tugas dan tanggung jawab ini, hendaknya bisa mendorong guru agama dan guru bidang studi umum untuk membangun hubungan simbiosis mutualistis, yakni hubungan yang saling mendukung antara yang satu dengan yang lain, sehingga kedua bidang studi ini menuju kepada arah yang sama, yaitu tujuan pendidikan.

    Menurut hemat penyusun, hubungan saling mendukung antara guru agama dengan guru bidang studi umum dapat diwujudkan melalui hal-hal berikut ini :

    1. Membangun kesadaran bahwa tugas dan tanggung jawab guru agama dan guru bidang studi umum adalah sama yakni membentuk karakteristik anak didik atau lulusan yang beriman, berakhlak mulia, cakap mandiri, berguna bagi agama, nusa dan bangsa, terutama untuk kehidupan yang akan datang, sebagaimana pendapat Sagala (2009 : 13).
    2. Menghilangkan persepsi dikotomi ilmu yang selama ini berlaku, dan mulai mengembangkan pemahaman bahwa seluruh disiplin ilmu merupakan satu kesatuan dari sumber yang satu yakni, Allah SWT. Dengan demikian guru agama tidak akan tabu untuk menyampaikan ilmu umum sebagai ilustrasi dalam penjelasan bidang studi agama, dan guru bidang studi umum tidak perlu ragu untuk menyelipkan nilai-nilai agama dalam penjelasannya mengenai ilmu umum. Sehingga persepsi dikotomi ilmu sedikit demi sedikit akan terhapus.
    3. Mendorong guru untuk memiliki wawasan luas dalam berbagai disiplin ilmu tanpa ada sekat agama dan umum, sehingga akan muncul ahli agama yang scientist, dan scientist yang paham agama, seperti ilmuwan-ilmuwan Islam pada masa keemasan Islam.

    Ketiga hal di atas akan memperkecil sekat pembatas antara agama dan umum, sehingga akan mendorong terbangunnya komunikasi dan terbina hubungan yang baik di antara guru-guru.


     

BAB III

KESIMPULAN


 

Dari uraian di atas dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :

  1. Guru adalah orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan anak didik dengan mengupayakan seluruh potensinya, baik potensi kognitif, potensi afektif maupun potensi psikomotorik.
  2. Tugas dan tanggung jawab guru meliputi banyak hal, diantaranya membentuk karakteristik anak didik atau lulusan yang beriman, berakhlak mulia, cakap mandiri, berguna bagi agama, nusa dan bangsa, terutama untuk kehidupan yang akan datang.
  3. Dikotomi ilmu di Barat diperkirakan terjadi sebelum renaissance, ketika gereja memiliki dominasi kuat atas berbagai aspek kehidupan termasuk kebenaran ilmiah, sehingga mendorong ilmuwan untuk lepas dari dominasi tersebut yang menyebabkan adanya dikotomi antara agama dan ilmu pengetahuan.

    Dikotomi ilmu dalam Islam diperkirakan terjadi setelah munculnya madrasah-madrasah yang khusus mempelajari ilmu agama Islam. Sementara dikotomi ilmu di Indonesia terjadi setelah Indonesia mengenal sistem pendidikan modern.

  4. Guru agama dan guru bidang studi umum pada dasarnya memiliki tugas dan tanggung jawab yang sama, dengan demikian diharapkan dapat terbangun hubungan yang saling menguntungkan antara keduanya. Hubungan tersebut bisa terjalin diantaranya melalui penghilangan persepsi dikotomi ilmu yang selama ini berlaku serta mendorong guru untuk memiliki wawasan luas dalam berbagai disiplin ilmu tanpa ada sekat agama dan umum.

DAFTAR PUSTAKA


 

Hadari Nawawi, 1989. Organisasi Sekolah dan Pengelolaan Kelas. Jakarta : Haji Masagung.

Mustamir Anwar, 2010. Sejarah Dikotomi Ilmu Dan Penolakan Islam Terhadapnya, http://mustamiranwar86.wordpress.com/2010/04/23/sejarah-dikotomi-ilmu/

Ramayulis, Prof. Dr. H., 2006. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta : Kalam Mulia Cetakan V.

Rahman, Fazlur, 2003. Islam. Bandung: Pustaka. Cetakan V.

Sagala, Syaiful, Dr. H. M.Pd, 2009. Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga Kependidikan. Bandung : Alfabeta Cetakan II.

Tolkhah, Imam, Dr., 2008. Profil Ideal Guru Pendidikan Agama Islam. Bandung : Titian Pena Cetakan I.

Qomar, Mujamil. 2005. Epistemologi Pendidikan Islam. Jakarta: Erlangga.

HUKUM BANK ASI DAN BANK SPERMA

BAB I

PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang

    Air Susu Ibu (ASI) merupakan makanan yang terbaik bagi bayi, karena pengolahannya telah berjalan secara alami dalam tubuh si ibu. Sebelum anak lahir, makanannya telah disiapkan lebih dahulu, sehingga begitu anak itu lahir, air susu ibu telah siap untuk dimanfaatkan. Demikian kasih sayang Allah terhadap makhluk-Nya. Namun demikian ada banyak kaum ibu pada saat ini yang tidak dapat memberikan ASI kepada anaknya dengan berbagai alasan seperti ASI-nya tidak keluar, alasan kesehatan serta karena waktunya tersita untuk bekerja, maka muncullah gagasan untuk mendirikan Bank ASI untuk memenuhi kebutuhan ASI balita yang ibunya tidak bisa menyusui anaknya secara langsung.

    Gagasan untuk mendirikan bank ASI ini sebenarnya telah berkembang di Eropa kira-kira lima puluh tahun yang lalu. Gagasan itu muncul setelah adanya bank darah. Mereka melakukannya dengan mengumpulkan ASI dari wanita dan membelinya kemudian ASI tersebut dicampur di dalam satu tempat untuk menunggu orang yang membeli ASI tersebut dari mereka.

    Hooker dalam buku Islam Madzhab Indonesia : Fatwa-fatwa dan Perubahan Sosial (2003 : 254) menyatakan bahwa pada awal 1970-an rumah sakit Jakarta mendirikan bank air susu manusia dimana ibu-ibu yang mempunyai kelebihan air susu dapat memberikan kelebihan itu dan menyimpannya untuk bayi-bayi yang ibunya kekurangan air susu. Sejumlah ulama mempertanyakan perbuatan itu atas dasar bahwa perbuatan tersebut sama dengan rada'ah, yakni menyusui dengan tujuan membantu perkembangan jiwa anak. Anak yang memperoleh air susu semacam itu, dalam pandangan hukum disebut saudara sesusu, yakni anak yang menyusui dari wanita yang sama sebagai pendonor untuk anak tersebut. Kedua anak tersebut tidak dapat menikah. Lebih jauh lagi, jika pendonor itu tidak diketahui maka kemungkinan terjadinya pergaulan yang melanggar susila atau hubungan seksual sesama saudara pasti ada.

    Selanjutnya <span class="fullpost"> perlu diketahui bahwa tujuan perkawinan, diantaranya adalah untuk melanjutkan keturunan dan menentramkan jiwa. Namun demikian kadang-kadang keturunan tidak diperoleh karena adakalanya si suami mandul (tidak subur), sedang suami istri menginginkan anak, sehingga tidak tercipta suasana jiwa keluarga yang tenang dan tenteram, karena tidak ada anak sebagai penghibur hati. Berdasarkan keadaan tersebut ada orang yang berupaya untuk mendapatkan anak dengan jalan mengangkat atau memungut anak, melakukan inseminasi sperma, dan adakalanya dengan jalan menerima sperma dari donor yang telah tersimpan pada Bank Sperma.

    Daniel Rumondor memberikan isyarat bahwa inseminani buatan agaknya di ilhami oleh keberhasilan syaikh-syaikh Arab memperanakkan kuda sejak tahun 1322. Begitu juga karena Rusia sangat mencemaskan akibat dari perang atom, maka Stalin menyetujui pendapat yang dilontarkan oleh Prof. Dr. I. I. Kuperin untuk mendirikan Bank Ayah atau Bank Sperma. Bahkan pada tahun 1968 Khruschov, dengan adanya Bank Sperma itu, ingin mengumpulkan sperma orang-orang yang jenius dalam lapangan ilmu pengetahuan, peperangan, sastra dan lain-lain yang akan dikembangbiakkan kepada gadis-gadis yang sehat, cantik, serta ber-IQ tinggi agar nantinya terbentuk generasi yang jenius. Bank sperma didirikan untuk memenuhi keperluan orang yang menginginkan anak, tetapi dengan berbagai sebab, sperma suami tidak mungkin dibuahkan dengan sel telur (ovum) si isteri. Dengan demikian, atas kesepakatan suami isteri, dicarikan donor sperma.

    Berdasarkan hal di atas maka makalah ini akan membahas tentang hukum bank ASI dan bank sperma.


     

  2. Tujuan Penulisan

    Makalah ini ditulis dengan mengusung beberapa tujuan di bawah ini :

    1. Apa yang dimaksud dengan bank ASI ?;
    2. Untuk mengetahui bank ASI dengan radla'ah?;
    3. Untuk mengetahui bagaimana hukum pendirian bank ASI dilihat dari sudut pandang Islam ?;
    4. Untuk mengetahui bagaimana pendapat Ulama Kontemporer tentang bank ASI;
    5. Untuk mengetahui apa yang yang dimaksud dengan bank sperma ?;
    6. Untuk mengetahui hubungan bank sperma;
    7. Untuk mengetahui bagaimana hukum bank sperma dilihat dari sudut pandang Syariat Islam.


       

  3. Sistematika Penulisan

    Untuk mempermudah dalam pembahasan, makalah ini akan disusun berdasarkan kepada sistematika di bawah ini :


     

    BAB I PENDAHULUAN

    1. Latar Belakang
    2. Tujuan Penulisan
    3. Sistematika Penulisan

    BAB II PEMBAHASAN

    1. Bank Air Susu Ibu (ASI)
      1. Pengertian Bank ASI
      2. Kaitan Bank ASI dengan Rada'ah
      3. Hukum Mendirikan Bank ASI
      4. Sebagian Ulama Kontemporer Membolehkan Bank ASI.
    2. Bank Sperma
      1. Pengertian Bank Sperma
      2. Hubungan Bank Sperma dan Perkawinan
      3. Hukum Bank Sperma dan Pendapat Para Ulama

    BAB III KESIMPULAN

    DAFTAR PUSTAKA


 

BAB II

PEMBAHASAN

  1. Bank Air Susu Ibu (ASI)
    1. Pengertian Bank ASI

      Bank ASI merupakan tempat penyimpanan dan penyalur ASI dari donor ASI yang kemudian akan diberikan kepada ibu-ibu yang tidak bisa memberikan ASI sendiri ke bayinya. Ibu yang sehat dan memiliki kelebihan produksi ASI bisa menjadi pendonor ASI. ASI biasanya disimpan di dalam plastik atau wadah, yang didinginkan dalam lemari es agar tidak tercemar oleh bakteri.

      Kesulitan para ibu memberikan ASI untuk anaknya menjadi salah satu pertimbangan mengapa bank ASI perlu didirikan, terutama di saat krisis seperti pada saat bencana yang sering membuat ibu-ibu menyusui stres dan tidak bisa memberikan ASI pada anaknya.

      Semua ibu donor diskrining dengan hati-hati. Ibu donor harus memenuhi syarat, yaitu non-perokok, tidak minum obat dan alkohol, dalam kesehatan yang baik dan memiliki kelebihan ASI. Selain itu, ibu donor harus memiliki tes darah negatif untuk Hepatitis B dan C, HIV 1 dan 2, serta HTLV 1 dan 2, memiliki kekebalan terhadap rubella dan sifilis negatif. Juga tidak memiliki riwayat penyakit TBC aktif, herpes atau kondisi kesehatan kronis lain seperti multiple sclerosis atau riwayat kanker.
      Berapa lama ASI dapat bertahan sesuai dengan suhu ruangannya:

      1. Suhu 19-25 derajat celsius ASI dapat tahan 4-8 jam.
      2. Suhu 0-4 derajat celsius ASI tahan 1-2 hari
      3. Suhu dalam freezer khusus bisa tahan 3-4 bulan.


       

    2. Kaitan Bank ASI dengan Rada'ah
  • Pengertian ar-Radha'

    Para ulama berbeda pendapat dalam mendefinisikan ar -radha' atau susuan. Menurut Hanafiyah bahwa ar-Radha' adalah seorang bayi yang menghisap puting payudara seorang perempuan pada waktu tertentu. Sedangkan Malikiyah mengatakan bahwa ar-Radha' adalah masuknya susu manusia ke dalam tubuh yang berfungsi sebagai gizi. As-Syafi'iyah mengatakan ar-Radha' adalah sampainya susu seorang perempuan ke dalam perut seorang bayi. Al-Hanabilah mengatakan ar-Radha' adalah seorang bayi di bawah dua tahun yang menghisap puting payudara perempuan yang muncul akibat kehamilan, atau meminum susu tersebut atau sejenisnya. (Ibnu Nujaim, al Bahru ar Raiq: 3/221, Ibnu Arafah, Syarhu Hudud: 1/316, al Muthi'i, Takmilah al Majmu': 19/309, al Bahuti, Syarhu Muntaha al Iradat: 4/ 1424).

  • Batasan Umur

    Para ulama berbeda pendapat di dalam menentukan batasan umur ketika orang menyusui yang bisa menyebabkan kemahraman. Mayoritas ulama mengatakan bahwa batasannya adalah jika seorang bayi berumur dua tahun ke bawah. Dalilnya adalah firman Allah swt:


    233. Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. dan kewajiban ayah memberi makan dan Pakaian kepada para ibu dengan cara ma'ruf. seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan Karena anaknya dan seorang ayah Karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, Maka tidak ada dosa atas keduanya. dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, Maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. bertakwalah kamu kepada Allah dan Ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan. (QS. 2 [al - Baqarah] : 233)


     

    Hadist Aisyah ra, bahwasanya Rasulullah saw bersabda:

فَإِنَّمَاالرَّضَاعَةُمِنْ الْمَجَاعَةِ (رواه مسلم

"Sesungguhnya persusuan (yang menjadikan seseorang mahram) terjadi karena lapar" (HR Bukhari dan Muslim)

  • Jumlah Susuan

    Madzhab Syafi'i dan Hanbali mengatakan bahwa susuan yang mengharamkan adalah jika telah melewati 5 kali susuan secara terpisah. Hal ini berdasarkan hadits Aisyah ra, bahwasanya beliau berkata:

كَانَ فِيمَا أُنْزِلَ مِنْ الْقُرْآنِ عَشْرُ رَضَعَاتٍ مَعْلُومَاتٍ يُحَرِّمْنَ ثُمَّ نُسِخْنَ بِخَمْسٍ مَعْلُومَاتٍ فَتُوُفِّيَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُنَّ فِيمَا يُقْرَأُ مِنْ الْقُرْآنِ (رواه مسلم)

"Dahulu dalam Al Qur`an susuan yang dapat menyebabkan menjadi mahram ialah sepuluh kali penyusuan, kemudian hal itu dinasakh (dihapus) dengan lima kali penyusuan saja. Lalu Rasulullah saw wafat, dan ayat-ayat Al Qur`an masih tetap di baca seperti itu." (HR Muslim)

Kapan seorang bayi menyusui dan dianggap sebagai satu susuan? Yaitu jika dia menyusui, setelah kenyang dia melepas susuan tersebut menurut kemauannya. Jika dia menyusu lagi setelah satu atau dua jam, maka terhitung dua kali susuan dan seterusnya sampai lima kali menyusu. Kalau si bayi berhenti untuk bernafas, atau menoleh kemudian menyusu lagi, maka hal itu dihitung satu kali susuan saja. (Sidiq Hassan Khan, Raudhatu an Nadiyah, 2/174)


 

  • Cara Menyusu

    Para ulama berbeda pendapat tentang tata cara menyusu yang bisa mengharamkan. Mayoritas ulama mengatakan bahwa yang penting adalah sampainya air susu tersebut ke dalam perut bayi, sehingga membentuk daging dan tulang, baik dengan cara menghisap puting payudara dari perempuan langsung, ataupun dengan cara as-su'uth (memasukkan susu ke lubang hidungnya), atau dengan cara al-wujur (menuangkannya langsung ke tenggorakannya), atau dengan cara yang lain. Sebagaimana Riwayat Abu Daud dan Daar Kuthny dari Ibnu Mas'ud bahwasannya Rasulullah Saw. Bersabda,

    لاَرَضَاعَ اِلاَّمَاانْشَزَالْعُظْمَ وَانْبَتَ ا للَّحْمَ

    Tidak ada penyusuan kecuali yang membesarkan tulang dan menumbuhkan daging. (HR. Abu Dawud)


     

    Adapun Madzhab Dhahiriyah mengatakan bahwa persusuan yang mengharamkan hanyalah dengan cara seorang bayi menghisap puting payudara perempuan secara langsung. Selain itu, maka tidak dianggap susuan yang mengharamkan. Mereka berpegang kepada pengertian secara lahir dari kata menyusui yang terdapat di dalam firman Allah swt:


    23. Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan, Saudara-saudara bapakmu yang perempuan; Saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang Telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), Maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang Telah terjadi pada masa lampau; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. 4 [an – Nisa]: 23).


     

  • Hukum Jual Beli Asi

    Air Susu Ibu (ASI) adalah bagian yang mengalir dari anggota tubuh manusia, dan tidak diragukan lagi itu merupakan karunia Allah bagi manusia dimana dengan adanya ASI tersebut seorang bayi dapat memperoleh gizi. ASI tersebut merupakan sesuatu hal yang urgen di dalam kehidupan bayi. Karena pentingnya ASI tersebut untuk pertumbuhan maka sebagian orang memenuhi kebutuhan tersebut dengan membeli ASI pada orang lain. Jual beli ASI manusia itu sendiri di dalam fiqih Islam merupakan cabang hukum yang para ulama berbeda pendapat di dalamnya. Ada dua pendapat ulama tentang hal tersebut.

    Pertama, tidak boleh menjualnya. Ini merupakan pendapat ulama madzhab Hanafi kecuali Abu Yusuf, salah satu pendapat yang lemah pada madzhab Syafi'i dan merupakan pendapat sebagian ulama Hanbali.

    Kedua, pendapat yang mengatakan dibolehkan jual beli ASI manusia. Ini merupakan pendapat Abu Yusuf (pada susu seorang budak), Maliki dan Syafi'i, Khirqi dari madzhab Hanbali, Ibnu Hamid, dikuatkan juga oleh Ibnu Qudamah dan juga madzhab Ibnu Hazm.

  1. Sebab Timbulnya Ikhtilaf

    Menurut Ibn Rusyd, sebab timbulnya perselisihan pendapat ulama di dalam hal tersebut adalah pada boleh tidaknya menjual ASI manusia yang telah diperah. Karena proses pengambilan ASI tersebut melalui perahan. Imam Malik dan Imam Syafi'i membolehkannya, sedangkan Abu Hanifah tidak membolehkannya. Alasan mereka yang membolehkannya adalah karena ASI itu halal untuk diminum maka boleh menjualnya seperti susu sapi dan sejenisnya. Sedangkan Abu Hanifah memandang bahwa hukum asal dari ASI itu sendiri adalah haram karena dia disamakan seperti daging manusia. Maka karena daging manusia tidak boleh memakannya maka tidak boleh menjualnya, adapun ASI itu dihalalkan karena dharurah bagi bayi, sebagaimana qawaid fiqih :

    اَلضَّرُوْرَةُ تُبِيْحُ الْمَحْظُوْرَاتِ

    Darurat itu bisa membolehkan yang dilarang.

  2. Dalil Pendapat yang Tidak Membolehkan Jual Beli ASI

    Masalah boleh tidaknya menjual susu manusia (ASI) telah menimbulkan perdebatan yang panjang antara yang membolehkan dengan yang tidak membolehkan yang didasari argumen logika, berikut petikannya :

    Menurut pihak pertama (yang melarang) ASI manusia bukanlah harta benda maka tidak boleh menjualnya, dan dalil bahwasannya ASI tersebut bukan harta benda adalah tidak dibolehkan bagi kita mengambil manfaat (Intifa') dengan ASI tersebut. ASI tersebut dibolehkan karena dharurat saja kepada anak bayi karena mereka tidak bisa memperoleh gizi dengan cara lain, dan apa yang tidak dibolehkan mengambil manfaat kecuali dharurah tidaklah dianggap bagian harta seperti babi dan narkotika. Selain itu ASI tersebut juga tidak dijual di pasar karena tidak dianggap bagian dari harta.

    Pendapat ini ditentang oleh pihak kedua (yang membolehkan). Mereka mengatakan bahwa, ASI itu suci dan bisa diambil manfaat sehingga boleh menjualnya seperti susu kambing. Adapun sebab tidak dijualnya ASI tersebut di pasaran bukanlah landasan barang tersebut tidak boleh dijual karena ada juga barang yang tidak ada di pasaran dan boleh jual beli barang tersebut.

    Kelompok pertama juga beralasan bahwa ASI merupakan bagian dari manusia dan manusia beserta seluruh organnya adalah terhormat maka menjual jual beli ASI tadi dapat menjatuhkan derajat kemuliaan manusia.

    Pernyataan itu ditentang oleh pihak kedua. Ibnu Qudamah berkata bahwa seluruh tubuh manusia dapat dijual seperti bolehnya menjual budak. Sedangkan yang tidak boleh menjualnya adalah orang merdeka dan diharamkan pula menjual anggota tubuh yang sudah terpotong karena tidak bermamfaat.

    Qiyas dari kelompok pertama menentang bantahan tersebut, beliau berkata bahwa manusia tidak halal kecuali budak dan budak tidak halal kecuali hidup sedangkan ASI itu bukanlah sesuatu yang hidup maka tidak boleh dujual.

    Pendapat kelompok pertama mengatakan bahwa susu manusia itu adalah restan (sisa) dari manusia maka tidak boleh menjualnya seperti air mata, keringat dan ingus.

    Pendapat ini ditentang dengan mengatakan bahwa mengqiyaskan ASI dengan keringat adalah tidak tepat karena keringat, ingus dan air mata tidak bermanfaat. Hal ini seperti keringat kambing yang tidak boleh kita menjualnya, sedangkan susunya tetap boleh.

    Selanjutnya kelompok pertama mengatakan bahwa daging manusia tidak boleh untuk dimakan maka tidak boleh menjual ASI-nya seperti susu keledai betina. Daging keledainya tidak bisa dimakan maka susunya juga haram.

    Pendapat ini ditolak oleh pihak kedua, mereka kembali mengatakan bahwa ini adalah qiyas yang tidak sesuai karena ASI manusia suci sedangkan susu keledai najis.

    Kelompok pertama kembali beralasan bahwasannya dengan adanya proses menyusui tadi, maka diharamkan bagi kita untuk menikahi saudara sesusu dan ibu susu. Maka pada proses jual beli ASI ini akan membuka peluang terjadinya perkawinan yang tidak dibenarkan secara syariat karena ASI tadi dicampur sehinnga kita tidak mengetahui ASI siapa saja yang diminum oleh bayi.

  3. Dalil Pendapat yang Membolehkan Menjual ASI

    Golongan kedua yang membolehkan menjual ASI berpegang kepada al-Quran, Hadits dan logika.

    Dalil al-Quran yaitu firman Allah pada surat 2 [al-Baqarah] ayat 275 yaitu :


275. Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka Berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah Telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orang-orang yang Telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), Maka baginya apa yang Telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. (QS. 2 [al-Baqarah]:275)

Ayat tersebut menurut Ibnu Hazm mengisyaratkan bahwa seorang wanita memerah ASI-nya dan mengumpulkannya di dalam suatu bejana kemudian diminumkan pada bayi dan ASI ini adalah milik wanita tersebut yang diberikan kepada bayi, maka sesuai landasan hukum, apa saja yang kepemilikannya boleh berpindah kepada orang lain maka boleh dilakukan jual beli.

Sedangkan di dalam hadits juga terdapat suatu dalil yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Abu Daud dari Ibn Abbas, beliau berkata, aku melihat Rasulullah duduk di suatu sudut maka beliau mengangkat pandangan ke langit kemudian tersenyum lalu bersabda, "Allah swt. Melaknat golongan yahudi karena tiga perkara. Sesungguhnya Allah mengharamkan kepada mereka lemak namun mereka menjualnya dan memakan hasil penjualannya, dan Allah jika mengharamkan suatu kaum untuk memakan sesuatu maka Allah mengharamkan pula memakan harta yang diperoleh darinya (HR Bukhari dan Abu Dawud).

Mawardi berkata bahwa apa yang tidak diharamkan memakannya maka tidak diharamkan memakan hasil penjualannya, oleh karena itu ASI manusia boleh dimakan maka otomatis boleh dijual maka tidaklah haram hasil penjualannya.

Pendapat ini ditentang oleh kelompok pertama. Mereka mengatakan bahwa ASI manusia juga dilarang meminumnya, tetapi karena dharurah dibolehkan. Buktinya, jika seorang bayi telah kuat dengan tidak meminum ASI maka tidak boleh lagi ia meminumnya. Mengambil manfaat dari ASI juga haram. ASI juga tidak dianggap barang yang berharga, dia sama seperti bangkai, yang menjadi gizi hanya ketika darurat saja, dan bukanlah suatu harta yang diperbolehkan menjualnya. Kemudian mereka juga mengatakan bahwa setiap yang suci itu belum tentu dapat dijual. Seperti air, ia tidak boleh dijual kecuali sudah kita olah dan jaga.

Golongan kedua mengatakan bahwa ASI itu adalah gizi bagi manusia maka boleh dijual seperti beras.

Abu Yusuf mengatakan bahwa boleh menjual ASI dari budak karena budak itu-pun sah untuk dilakukan akad jual beli maka ASI yang merupakan bagiannya pun sah untuk dijual beli.


 

  1. Hukum Mendirikan Bank ASI

    Setelah kita memperhatikan pembahasan yang lalu, dimana kita menganggap bahwa pendapat yang lebih kuat yaitu pendapat yang tidak membolehkan menjual ASI. Maka dengan sendirinya kita dapat mengatakan bahwa mendirikan bank yang mengumpulkan ASI wanita ke dalam satu wadah yang dicampur antara satu dengan lainnya adalah haram. Ini dikarenakan ASI tersebut berasal dari anggota tubuh manusia dan manusia beserta seluruh tubuhnya dimuliakan maka tidak boleh menjadikan bagian tubuhnya itu sebagai barang jual beli.

    Selain itu kita juga melihat efek yang buruk dari pendirian bank ASI ini, karena akan membawa bahaya kepada kita semua, mulai dari bahaya fisik atau rusaknya hubungan darah antara manusia yang dikarenakan bank susu tersebut tidak bisa mengontrol sejauh mana pembelian dan penjualan susu tersebut.

    Karlany berkata bahwa di dalam pembolehan menjual ASI itu ada kemunkaran karena bisa menimbulkan rusaknya pernikahan yang disebabkan kawinnya orang sesusuan dan hal tersebut tidak dapat diketahui jika antara lelaki dan wanita meminum ASI yang dijual bank ASI tersebut. Namun, ada juga yang berpendapat bahwa menjual ASI tersebut membawa manfaat bagi manusia yaitu tercukupinya gizi bagi bayi karena kita melihat bahwa banyak bayi yang tidak memperoleh ASI yang cukup baik karena kesibukan sang ibu ataupun karena penyakit yang diderita ibu tersebut. Tetapi pendapat tersebut dapat ditolak karena kemudaratan yang ditimbulkan lebih besar dari manfaatnya yaitu terjadinya percampuran nasab. Padahal Islam menganjurkan kepada manusia untuk selalu menjaga nasabnya. Kaidah ushul juga menyebutkan bahwa :

    دَفْعُ الضَّرَارِ اَوْلَى مِنْ جَلْبِ الْمَصَالِحِ

    Menolak kemadharatan lebih utama dari pada menarik kemaslahatan.

    Ibnu Sayuti di dalam kitab Asybah Wa Nadhaair menyebutkan bahwa di dalam kaidah disebutkan bahwa diantara prinsip dasar Islam adalah :

    اَلضَّرَارُ لاَ يُزَالُ بِالضَّرَارِ

    Kemudaratan itu tidak dapat dihilangkan dengan kemudaratan lagi.

    Hal ini jelas, karena akan menambah masalah. Kaitannya dengan pembahasan kita yaitu, ketiadaan ASI bagi seorang bayi adalah suatu kemudaratan, maka memberi bayi dengan ASI yang dijual di bank ASI adalah kemudaratan pula. Maka apa yang tersisa dari bertemunya kemudaratan kecuali kemudaratan. Karena Fiqih bukanlah pelajaran fisika dimana bila bertemu dua kutub yang sama akan menghasilkan hasil yang berbeda. Maka penulis sependapat dengan perkataan Ibn Karlany yang mengatakan bahwa hendaknya kita melihat mana yang lebih besar manfaatnya daripada kerusakannya.


     

  2. Sebagian Ulama Kontemporer Membolehkan Bank ASI.

    Sebagian ulama kontemporer membolehkan pendirian bank ASI ini, diantara mereka adalah Dr. Yusuf al-Qardhawi. Mereka beralasan :

    1. Bahwa kata kata radha'(menyusui) di dalam bahasa Arab bermakna menghisap puting payudara dan meminum ASI-nya. Maka oleh karena itu meminum ASI bukan melalui menghisap payudara tidak disebut menyusui, maka efek dari penyusuan model ini tidak membawa pengaruh apa-apa di dalam hukum nasab nantinya.
    2. Yang menimbulkan adanya saudara sesusu adalah sifat "keibuan", yang ditegaskan Al-Qur'an itu tidak terbentuk semata-mata diambilkan air susunya, tetapi karena menghisap teteknya dan selalu lekat padanya sehingga melahirkan kasih sayang si ibu dan ketergantungan si anak. Dari keibuan ini maka muncullah persaudaraan sepersusuan. Jadi, keibuan ini merupakan asal (pokok), sedangkan yang lain mengikutinya.
    3. Alasan yang dikemukakan oleh beberapa madzhab dimana mereka memberi ketentuan berapa kali penyusuan terhadap seseorang sehingga antara bayi dan ibu susu memilki ikatan yang diharamkan nikah, mereka mengatakan bahwa jika si bayi hanya menyusu kurang dari lima kali susuan maka tidaklah membawa pengaruh di dalam hubungan darah.

Setelah memperhatikan berbagai pendapat yang disampaikan oleh para ulama, penulis memiliki pandangan bahwa adanya larangan terhadap pendirian bank ASI adalah disebabkan oleh kekhawatiran akan terjadinya kekacauan nasab sehingga bias menimbulkan hal yang dilarang yaitu pernikahan dengan saudara sesusu. Dengan demikian jika hal ini dapat dihindarkan misal dengan mengadakan persyaratan yang ketat, serta pendataan yang mendetail sehingga yang membeli ASI mengetahui ASI-nya berasal dari siapa, maka hukumnya boleh.


 

  1. Bank Sperma
    1. Pengertian Bank Sperma

      Bank sperma adalah pengambilan sperma dari donor sperma lalu di bekukan dan disimpan ke dalam larutan nitrogen cair untuk mempertahankan fertilitas sperma. Dalam bahasa medis bisa disebut juga Cryiobanking. Cryiobanking adalah suatu teknik penyimpanan sel cryopreserved untuk digunakan di kemudian hari. Pada dasarnya, semua sel dalam tubuh manusia dapat disimpan dengan menggunakan teknik dan alat tertentu sehingga dapat bertahan hidup untuk jangka waktu tertentu.

      Hal ini dapat dilakukan pada suhu yang relatif rendah. Teknik yang paling sering digunakan dan terbukti berhasil saat ini adalah metode Controlled Rate Freezing, dengan menggunakan gliserol dan egg yolk sebagai cryoprotectant untuk mempertahankan integritas membran sel selama proses pendinginan dan pencairan. Teknik cryobanking terhadap sperma manusia telah memungkinkan adanya keberadaan donor semen, terutama untuk pasangan-pasangan infertil. Tentu saja, semen-semen yang akan didonorkan perlu menjalani serangkaian pemeriksaan, baik dari segi kualitas sperma maupun dari segi pendonor seperti adanya kelainan-kelainan genetik.

      Dengan adanya cryobanking ini, semen dapat disimpan dalam jangka waktu lama, bahkan lebih dari 6 bulan (dengan tes berkala terhadap HIV dan penyakit menular seksual lainnya selama penyimpanan). Kualitas sperma yang telah disimpan dalam bank sperma juga sama dengan sperma yang baru, sehingga memungkinkan untuk proses ovulasi.

      Selain digunakan untuk sperma-sperma yang berasal dari donor, bank sperma juga dapat dipergunakan oleh para suami yang produksi spermanya sedikit atau bahkan akan terganggu. Hal ini dimungkinkan karena derajat cryosurvival dari sperma yang disimpan tidak ditentukan oleh kualitas sperma melainkan lebih pada proses penyimpanannya.

      Telah disebutkan diatas, bank sperma dapat dipergunakan oleh mereka yang produksi spermanya akan terganggu. Maksudnya adalah pada mereka yang akan menjalani vasektomi atau tindakan medis lain yang dapat menurunkan fungsi reproduksi seseorang. Dengan bank sperma, semen dapat dibekukan dan disimpan sebelum vasektomi untuk mempertahankan fertilitas sperma.

      Bank sperma sebenarnya telah berdiri beberapa tahun yang lalu, pada tahun 1980 di Escondido California yang didirikan oleh Robert Graham, si kakek berumur 73 tahun, juga di Eropa, dan di Guangdong Selatan China, yang merupakan satu di antara lima bank sperma besar di China, Sementara itu, Bank pusat sel embrio di Shanghai, bank besar lain dari lima bank besar di China, meluncurkan layanan baru yang mendorong kaum lelaki untuk menabung spermanya, demikian laporan kantor berita Xinhua. Bank tersebut menawarkan layanan penyimpanan sperma bagi kaum lelaki muda yang tidak berencana untuk punya keturunan, namun mereka takut kalau nanti mereka tidak akan menghasilkan semen yang cukup secara jumlah dan kualitas, ketika mereka berencana untuk memiliki keluarga.

      Latar belakang munculnya bank sperma antara lain adalah sebagai berikut:

      1. Keinginan memperoleh atau menolong untuk memperoleh keturunan pada seorang pasangan suami istri yang tidak mempunyai anak.
      2. Memperoleh generasi jenius atau orang super.
      3. Menghindarkan kepunahan manusia
      4. Memilih suatu jenis kelamin
      5. Mengembangkan kemajuan teknologi terutama dalam bidang kedokteran.

      Menurut Werner (2008), Beberapa alasan seseorang akhirnya memutuskan untuk menyimpan spermanya pada cryobanking, antara lain:

      1. Seseorang akan menjalani beberapa pengobatan terus menerus yang dapat mengurangi produksi dan kualitas sperma. Beberapa contoh obat tersebut adalah sulfasalazine, methotrexate.
      2. Seseorang memiliki kondisi medis yang dapat mempengaruhi kemampuan orang tersebut untuk ejakulasi (misal: sklerosis multipel, diabetes).
      3. Seseorang akan menjalani perawatan penyakit kanker yang mungkin akan mengurangi atau merusak produksi dan kualitas sperma (misal: kemoterapi, radiasi).
      4. Seseorang akan memasuki daerah kerja yang berbahaya yang memungkinkan orang tersebut terpapar racun reproduktif.
      5. Seseorang akan menjalani beberapa prosedur yang dapat mempengaruhi kondisi testis, prostat, atau kemampuan ejakulasinya (misal: operasi usus besar, pembedahan nodus limpha, operasi prostat).
      6. Seseorang akan menjalani vasektomi.

      Adapun beberapa salah satu Tujuan diadakan bank sperma adalah semata-mata untuk membantu pasangan suami isteri yang sulit memperoleh keturunan dan menghindarkan dari kepunahan sama halnya dengan latarbelakang munculnya bank sperma seperti yang telah dijelaskan diatas.

      Tentang proses pelaksanaan sperma yang akan di ambil atau di beli dari bank sperma untuk dimasukkan ke dalam alat kelamin perempun (ovum) agar bisa hamil disebut dengan inseminasi buatan yaitu suatu cara atau teknik memperoleh kehamilan tanpa melalui persetubuhan. Pertama setelah sel telur dan sperma di dapat atau telah di beli dari bank sperma yang telah dilakukan pencucian sperma dengan tujuan memisahkan sperma yang motil dengan sperma yang tidak motil/mati. Sesudah itu antara sel telur dan sperma dipertemukan. Jika dengan teknik in vitro, kedua calon bibit tersebut dipertemukan dalam cawan petri, tetapi teknik TAGIT sperma langsung disemprotkan kedalam rahim. Untuk menghindari kemungkinan kegagalan, penenaman bibit biasanya lebih dari satu. Embrio yang tersisa kemudian disimpan beku atau dibuang.


     

    1. Hubungan Bank Sperma dan Perkawinan

      Perkawinan di dalam Islam merupakan suatu institusi yang mulia. Ia adalah ikatan yang menghubungkan seorang lelaki dengan seorang perempuan sebagai suami isteri. Hasil dari akad yang berlaku, kedua suami dan isteri mempunyai hubungan yang sah dan kemaluan keduanya adalah halal untuk satu sama lain. Sebab itulah akad perkawinan ini dikatakan sebagai satu akad untuk menghalalkan persetubuhan di antara seorang lelaki dengan wanita, yang sebelumnya diharamkan.


      187. Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu; mereka adalah Pakaian bagimu, dan kamupun adalah Pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, Karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi ma'af kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang Telah ditetapkan Allah untukmu,

      (QS. 2 [al-Baqarah] : 187)

      Namun, hubungan perkawinan yang wujud ini bukanlah semata-mata untuk mendapatkan kepuasan seks, tetapi merupakan satu kedudukan untuk melestarikan keturunan manusia secara sah atau sebagai wahana hifdhun nasl. Karena itulah kehadiran anak merupakan hal yang didambakan oleh orang tua sebagai generasi penerus dari keluarganya.

      Dalam Islam perkawinan merupakan hal yang penting, mengingat dari perkawinan ini akan menentukan hukum yang lain yang muncul dari sebab nasab, seperti perwalian, warits dan lain-lain.

      Namun demikian tidak semua pasangan memiliki kemudahan dalam mendapat keturunan, tetapi ada sebagian mereka yang sulit mendapat keturunan yang disebabkan oleh kurangnya kesuburan, mengidap suatu penyakit atau alasan lain. Maka mucullah gagasan mendirikan bank sperma.

      Kehadiran bank sperma merupakan peluang bagi pasangan yang sulit untuk mendapatkan keturunan untuk memiliki keturunan melalui jalan lain, yaitu membeli sperma dan diinseminasikan ke dalam rahim isteri. Hal itu bisa dilakukan dengan mudah di zaman yang sudah maju seperti sekarang ini.

    2. Hukum Bank Sperma dan Pendapat Para Ulama

      Bank sperma merupakan tempat penyimpanan sperma yang diambil dari pendonor, yang perlu dinyatakan untuk menentukan hukum tentang bank sperma adalah, tahap pertama cara pengambilan atau mengeluarkan sperma dari si pendonor, yaitu dengan cara masturbasi (onani).

      Persoalan dalam hukum Islam adalah bagaimana hukum onani tersebut dalam kaitan dengan pelaksanaan pengumpulan sperma di bank sperma dan inseminasi buatan ?. Secara umum islam memandang melakukan onani merupakan tergolong perbuatan yang tidak etis. Mengenai masalah hukum onani fuqaha berbeda pendapat. Ada yang mengharamkan secara mutlak dan ada yang mengharamkan pada suatu hal-hal tertentu, ada yang mewajibkan juga pada hal-hal tertentu, dan ada pula yang menghukumi makruh. Sayyid Sabiq mengatakan bahwa Malikiyah, Syafi`iyah, dan Zaidiyah menghukumi haram. Alasan yang dikemukakan adalah bahwa Allah SWT memerintahkan menjaga kemaluan dalam segala keadaan kecuali kepada isteri dan budak yang dimilikinya. Sebagaimana dalam surat 23 [al-Mu'minun] ayat 5-7 :


    5. Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya,

    6. Kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki; Maka Sesungguhnya mereka dalam hal Ini tiada terceIa.

    7. Barangsiapa mencari yang di balik itu[995] Maka mereka Itulah orang-orang yang melampaui batas. ( QS. 23 [al-Mu'minun] : 5 -7)


     

    Hanabilah berpendapat bahwa onani memang haram, tetapi kalau karena takut zina, maka hukumnya menjadi wajib, kaidah usul :

    اِرْتِكَابُ اَخَفُّ الضَّرُرَيْنِ وَاجِبٌ

    Mengambil yang lebih ringan dari suatu kemudharatan adalah wajib

    Kalau tidak ada alasan yang senada dengan itu maka onani hukumnya haram. Ibnu hazim berpendapat bahwa onani hukumnya makruh, tidak berdosa tetapi tidak etis. Diantara yang memakruhkan onani itu juga Ibnu Umar dan Atha` bertolak belakang dengan pendapat Ibnu Abbas, hasan dan sebagian besar Tabi`in menghukumi Mubah. Al-Hasan justru mengatakan bahwa orang-orang Islam dahulu melakukan onani pada masa peperangan. Mujahid juga mengatakan bahwa orang islam dahulu memberikan toleransi kepada para pemudanya melakukan onani. Hukumnya adalah mubah, baik buat laki-laki maupun perempuan. Ali Ahmad Al-Jurjawy dalam kitabnya Hikmat Al-Tasyri` Wa Falsafatuhu. Telah menjelaskan kemadharatan onani mengharamkan perbuatan ini, kecuali kalau karena kuatnya syahwat dan tidak sampai menimbulkan zina. Agaknya Yusuf Al-Qardhawy juga sependapat dengan Hanabilah mengenai hal ini, Al-Imam Taqiyuddin Abi Bakar Ibnu Muhammad Al-Husainy juga mengemukakan kebolehan onani yang dilakukan oleh isteri atau ammahnya karena itu memang tempat kesenangannya:

    لَوِاسْتَمْنَى الرَّجُلُ بِيَدِ امْرَأَتِهِ جَازَ لِأَنَّهَامَحَلُ اسْتِمْتَاعِهِ

    Seorang laki-laki dibolehkan mencari kenikmatan melalui tangan isteri atau hamba sahayanya karena di sanalah (salah satu) dari tempat kesenangannya.

    Tahap kedua setelah bank sperma berhasil mengumpulkan sperma dari beberapa pendonor maka bank sperma akan menjualnya kepada pembeli dengan harga tergantung kualitas spermanya, setelah itu agar pembeli sperma dapat mempunyai anak maka harus melalui proses yang dinamakan inseminasi buatan yang telah dijelaskan di atas. Hukum dan penadapat inseminasi buatan menurut pendapat ulama` apabila sperma dari suami sendiri dan ovum dari istri sendiri kemudian disuntikkan ke dalam vagina atau uterus istri, asal keadaan kondisi suami isteri yang bersangkutan benar-benar memerlukan cara inseminasi buatan untuk memperoleh anak, karena dengan cara pembuahan alami, suami isteri tidak berhasil memperoleh anak, maka hukumnya boleh. Hal ini sesuai dengan kaidah hukum fiqh :

    اَلْحَاجَةُ تَنْزِلُ مَنْزِلَةَ الضَّرُوْرَةِ وَالضَّرُوْرَةِ تُبِيْحُ الْمَحْظُوْرَاتِ

    Hajat (kebutuhan yang sangat penting itu) diperlakukan seperti dalam keadaan terpaksa (emergency), dan keadaan darurat/terpaksa itu membolehkan melakukkan hal-hal yang terlarang.

    Diantara fuqaha yang memperbolehkan/menghalalkan inseminasi buatan yang bibitnya berasal dari suami-isteri ialah Syaikh Mahmud Saltut, Syaikh Yusuf al-Qardhawy, Ahmad al-Ribashy, dan Zakaria Ahmad al-Barry. Secara organisasi, yang menghalalkan inseminasi buatan jenis ini Majelis Pertimbangan Kesehatan dan Syara`a Depertemen Kesehatan RI, Mejelis Ulama` DKI Jakarta, dan lembaga Islam OKI yang berpusat di Jeddah.

    Selain kasus di atas (sperma dari suami ditanam pada rahim isteri) demi kehati-hatian maka ulama mengharamkannya. Contoh sperma dari orang lain ditanam pada rahim isteri. Diantara yang mengharamkan adalah Lembaga fiqih Islam OKI, Majelis Ulama DKI Jakarta, Mahmud Syaltut, Yusuf al-Qardhawy, al-Ribashy dan zakaria ahmad al-Barry dengan pertimbangan dikhawatirkan adanya percampuran nasab dan hal-hal yang tidak diinginkan lainnya. Hal ini sesuai dengan keputusan Majelis Ulama Indonesia tentang masalah bayi tabung atau inseminasi buatan.

    Dengan demikian hukum pendirian bank sperma bisa mubah jika bertujuan untuk memfasilitasi suami isteri yang ingin menyimpan sperma suaminya di bank tersebut, sehingga jika suatu saat nanti terjadi hal yang dapat menghalangi kesuburan, isteri masih bias hamil dengan cara inseminasi yang halal. Adapun jika tujuan pendirian bank sperma adalah untuk mendonorkan sperma kepada wanita yang bukan isterinya maka pendirian bank sperma adalah haram, karena hal yang mendukung terhadap terjadinya haram maka hukumnya haram.


 

BAB III

KESIMPULAN


 

Perbedaan pandangan ulama terhadap beberapa masalah penyusuan mengakibatkan mereka berbeda pendapat di dalam menyikapi munculnya Bank ASI, sebagaimana berikut :

Pendapat Pertama menyatakan bahwa mendirikan bank ASI hukumnya boleh. Salah satu alasannya: Bayi tidak bisa menjadi mahram bagi ibu yang disimpan ASI-nya di bank ASI. Karena susuan yang mengharamkan adalah jika dia menyusu langsung. Sedangkan dalam kasus ini, sang bayi hanya mengambil ASI yang sudah dikemas.

Pendapat Kedua menyatakan hukumnya haram. Menimbang dampak buruknya menyebabkan tercampurnya nasab. Dan mengikuti pendapat jumhur yang tidak membedakan antara menyusu langsung atau lewat alat. Majma' al Fiqh al Islami (OKI) dalam Muktamar yang diselenggarakan di Jeddah pada tanggal1-6 Rabi'u at Tsani 1406 H memutuskan bahwa pendirian Bank ASI di negara-negara Islam tidak dibolehkan, dan seorang bayi muslim tidak boleh mengambil ASI darinya.

Pendapat Ketiga menyatakan bahwa pendirian Bank ASI dibolehkan jika telah memenuhi beberapa syarat yang sangat ketat, diantaranya:  setiap ASI yang dikumpulkan di Bank ASI, harus disimpan di tempat khusus dengan meregistrasi nama pemiliknya dan dipisahkan dari ASI-ASI yang lain. Setiap bayi yang mengkonsumsi ASI tersebut harus dicatat detail dan diberitahukan kepada pemilik ASI, supaya jelas nasabnya. Dengan demikian, percampuran nasab yang dikhawatirkan oleh para ulama yang melarang bisa dihindari.

Adapun hukum pendirian bank sperma tergantung dari dua hal, yaitu cara pengambilan sperma dari donor dan proses inseminasi. Pengambilan sperma dilakukan melalui masturbasi dan para ulama beda pendapat dalam menanggapi masturbasi ada yang membolehkan dan ada yang mengharamkan. Sedang masalah inseminasi, jika inseminasi yang halal (sperma suami diinseminasikan kepada rahim isteri) maka hukumnya boleh, sedang jika inseminasi yang haram maka hukumnya haram.


 


 


 

DAFTAR PUSTAKA


 


 

Al Baghdadi, Abdurrahman, 1998, Emansipasi Adakah Dalam Islam, Gema Insani Press, Jakarta

al Bahuti, Syarhu Muntaha al Iradat : 4/ 1424)

Hakim, Abdul Hamid,1927, Mabadi` Awaliyah fi Ushul Al Fiqh wa Al Qawa'id Al Fiqhiyah, Sa'adiyah Putera, Jakarta

Hasan, M. Ali, 1995, Masail Fiqhiyah Al Haditsah Pada Masalah-Masalah Kontemporer Hukum Islam, RajaGrafindo Persada, Jakarta

Ibnu Nujaim, al Bahru ar Raiq : 3/221

Ibnu Rusydi, Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtasid, Darul Kitab, Surabaya.

Mahjuddin, 1990, Masailul Fiqhiyah Berbagai Kasus Yang Yang Dihadapi Hukum Islam Masa Kini, Kalam Mulia, Jakarta

Uman, Cholil, 1994, Agama Menjawab Tentang Berbagai Masalah Abad Modern, Ampel Suci, Surabaya

Zallum, Abdul Qadim, 1998, Beberapa Problem Kontemporer Dalam Pandangan Islam : Kloning, Transplantasi Organ, Abortus, Bayi Tabung, Penggunaan Organ Tubuh Buatan, Definisi Hidup dan Mati, Al-Izzah, Bangil

Zuhdi, Masjfuk, 1993, Masail Fiqhiyah Kapita Selekta Hukum Islam, Haji Masagung, Jakarta

</span>

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More